Ujian Tugas Akhir ISI Denpasar 2021_"PANCUNG"_Karya I Wayan Ade Sastra Wijaya

Pancung sebagai sebuah karya karawitan baru mengacu pada fenomena alam dengan berbagai nuansa keindahan dan aspek sakralitasnya yang akan dicoba diekspresikan ke dalam unsur-unsur musikal seperti melodi, ritme, tempo, dan dinamika dengan mengolah barungan dari Gamelan Gong Gede Saih Pitu. Walaupun karya komposisi Pancung ini merupakan garapan baru berbentuk kreasi inovatif, namun demikian dalam pengembangannya mengacu pada pola-pola tradisi yang telah ada. Begitu pula secara kompositoris garapan ini masih berpedoman pada struktur tri angga (pengawit, pengawak, dan pengecet), yang setiap bagiannya akan menggambarkan suasana sepanjang aliran sungai tersebut dari hulu (sumber) sampai hilir (ujung) dari batas sungai tersebut. Sebagai gambaran strukturnya dapat dijelaskan sebagai berikut. Bagian pertama atau pengawit, menggambarkan situasional hulu dengan Pura Beji Merak sebagai bayangan atau imajinasi penata; bagian kedua atau pengawak, akan menggambarkan perpecahan air di ketinggian yang kemudian alirannya membentuk air terjun yang sangat menarik secara auditif yang dalam bahasa musikal menjadi ungkapan berupa isi-isian dari sepanjang perpecahan air tersebut sampai bertemu dan menyatu kembali; bagian ketiga atau pengecet menggambarkan campuhan (pertemuan) dari perpecahan aliran air yang melewati dua area beji, yaitu beji gumi dan beji ratu alit; bagian akhir akan menggambarkan suatu himbauan kepada masyarakat, sebagaimana masyarakat setempat selalu menjaga dan melestarikan kondisi lingkungan alam sekitarnya sehingga tetap asri dan lestari. Selain memberikan rasa ketenangan dan kedamaian alam juga mampu memberikan berkah kehidupan secara sekala niskala.
Jika dirunut ke belakang, keberadaan sungai Pancung ini menjadi hal yang tak dapat dipisahkan dari masa-masa kecil kehidupan penata. Lokasinya berada tepat di sebelah barat rumah penata. Sebagai lokasi yang sejuk, tentu menjadi tempat bermain yang nyaman. Begitu pula sungai Pancung tersebut adalah tempat bermain penata pada masa kecil, mandi, mencari kelapa, mencari buah-buahan, bermain layangan, dan lain sebagainya. Terdapat sebuah pekarangan kosong yang terletak di dekat sungai yang dianggap tenget (angker) oleh masyarakat sekitar sungai. Tempat tersebut dipercaya merupakan rumah gamang (makhluk halus). Hal tersebut juga dirasakan oleh penata sendiri yang sering mengalami hal-hal yang aneh, seperti mencium bau-bauan sampai mendengar suara-suara aneh di balik tembok kamar penata. Sebagai pengalaman empiris, hal-hal tersebut meneguhkan spirit bagi penata untuk mengangkat dan mengekspresikan fenomena alam tersebut ke dalam sebuah karya kreasi inovatif yang menggunakan media ungkap gamelan Gong Gede Saih Pitu. Pancung hadir sebagai sebuah jawaban dari hasrat terpendam yang mengkristal sebagai ideasional proses menuju kiprah penata sebagai seorang komposer yang baru menetas.
Penata lebih memilih media ungkap Gong Gede Saih Pitu karena ketertarikan penata terhadap gamelan tersebut, gamelan tersebut dirasa tepat sebagai media ungkap karya karawitan Pancung. Sesuai namanya Gong Gede Saih Pitu, sistem laras yang digunakan pada barungan gamelan ini menggunakan laras pelog saih pitu (tujuh) nada, yakni terdiri dari nada ding, dong, deng, deung, dung, dang, daing. Pemilihan gamelan ini berdasarkan pertimbangan untuk memberikan keleluasaan bagi penata untuk mengeksplorasi kemungkinan baru untuk mengolah melodi, melalui permainan patet yang dirasa tepat untuk menggambarkan suasana yang diinginkan. Selain itu Gamelan Gong Gede Saih Pitu juga memiliki karakter suara yang besar (agung dan sakral). Konotasi agung dan sakral dikaitkan dengan karya ini di mana keagungan alamnya dan kesakralan tempatnya yang mampu memberikan inspirasi bagi penata. Gamelan Gong Gede Saih Pitu yang digunakan dalam garapan Pancung adalah gamelan yang ada di Banjar Kebon Singapadu yang juga merupakan lingkungan tempat tinggal penata.
Dengan adanya barungan Gong Gede tersebut di banjar tempat tinggal penata, memudahkan penata untuk lebih mendalami dan sangat leluasa untuk melakukan eksplorasi. Penata juga merupakan salah satu anggota dari seka yang bernama Seka Gong Semara Madu Banjar Kebon Singapadu. Terlebih lagi di masa pandemi COVID-19 dan dikeluarkannya Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat Darurat (PKKMD) hal ini tentu memberikan sedikit kemudahan bagi penata untuk mengkoordinir para pendukung karya berasal dari satu areal wilayah saja. Seluruh pendukung karya telah mengikuti protokol kesehatan yang ketat mendapat dukungan penuh oleh anggota seka gong lainnya.

Пікірлер: 10

  • @pekakstudio340
    @pekakstudio340 Жыл бұрын

    jeg mantap pisan niki karyanya....

  • @sunariwakya7171
    @sunariwakya71712 жыл бұрын

    terimaksih sudah mempercayai kami dalam proses rekaman ini " semoga bisa berproses bersama kembali

  • @GURNITASANDIBALICHANNEL
    @GURNITASANDIBALICHANNEL2 жыл бұрын

    Teruskan berkarya untuk budaya Bali

  • @aguslingga3958
    @aguslingga39582 жыл бұрын

    Tetap Berkarya...👍👍

  • @WannenBali
    @WannenBali2 жыл бұрын

    K E R E N 👍❤️

  • @reyhanuuk
    @reyhanuuk2 жыл бұрын

    MANTEP👍👍

  • @adisucipta3956
    @adisucipta39562 жыл бұрын

    Mantaap👍 Tetap berkaria 🙏

  • @wigunartha5564
    @wigunartha55642 жыл бұрын

    👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻

  • @madesukemara6665
    @madesukemara66652 жыл бұрын

    Manta sekali, ini tabuh asal mana ya?

  • @goldy27

    @goldy27

    2 жыл бұрын

    Tyang singapadu om🙏