PENGAJIAN TAUHID KITAB KIFAYATUL AWAM || TA'ALUK IRODAH ADA 2, SULUKHIL QODIM DAN TANZIZIL KHUDUTS

وَ لِلْإِرَادَةِ تَعَلُّقَانِ تَعَلُّقٌ صُلُوْحِيٌّ قَدِيْمٌ وَ هُوَ صَلَاحِيَتُهَا لِلتَّخْصِيْصِ أَزَلًا.
“Dan bagi irādah itu ada dua ta‘alluq: (pertama) Ta‘alluq Shulūḥī Qadīm ya‘ni patutnya irādah itu untuk mengkhususkan pada zaman azali.”
“Maka si Zaid yang tinggi atau pendek, boleh dia itu menjadi di atas yang bukan keadaannya sekarang dengan memandang kepada kepatutan atau kepantasan irādah. Maka irādah itu patut (mengkhususkan) agar si Zaid itu menjadi Sulthān (penguasa) dan agar dia menjadi orang rendahan dengan memandang kepada ta‘alluq shulūḥī.”
وَ لَهَا تَعَلُّقٌ تَنْجِيْزِيٌّ قَدِيْمٌ وَ هُوَ تَخْصِيْصُ اللهِ تَعَالَى الشَّيْءَ بِالصِّفَةِ الَّتِيْ هُوَ عَلَيْهَا فَالْعِلْمُ الَّذِيْ اتَّصَفَ بِهِ بِإِرَادَتِهِ.
“Dan (ta‘alluq yang kedua) bagi irādah itu adalah Ta‘alluq Tanjīzī Qadīm ya‘ni pengkhususan Allah s.w.t. akan sesuatu sifat yang dia (si Zaid) berada di atasnya. Maka ‘ilmu yang si Zaid bersifat dengannya adalah dengan irādah-Nya.”
فَتَخْصِيْصُهُ بِالْعِلْمِ مَثَلًا قَدِيْمٌ وَ يُسَمَّى تَعَلُّقًا تَنْجِيْزِيًّا قَديْمًا وَ صَلَاحِيَّتُهَا لِتَخْصِيْصِهِ بِالْعِلْمِ وَ غَيْرِهِ بِاعْتِبَارِ ذَاتِهَا بِقَطْعِ النَّظْرِ عَنِ التَّخْصِيْصِ بِالْفِعْلِ يُسَمَّى تَعَلُّقًا صُلُوْحِيًّا قَدِيْمًا.
“Maka pengkhususan terhadap si Zaid dengan ‘ilmu umpamanya adalah qadīm dan dia dinamakan dengan ta‘alluq tanjīzī qadim. Dan patutnya irādah itu untuk mengkhususkan si Zaid dengan ‘ilmu dan yang selainnya dengan memandang kepada dzāt irādah itu, dengan memutus pandangan terhadap pengkhususan dengan perbuatan dinamakan dengan ta‘alluq shulūḥī qadīm.”
وَ قَالَ بَعْضُهُمْ لَهَا تَعَلُّقٌ تَنْجِيْزِيٌّ حَادِثٌ وَ هُوَ تَخْصِيْصُ زَيْدٍ بِالطَّوْلِ مَثَلًا حِيْنَ يُوْجَدُ بِالْفِعْلِ فَعَلَى هذَا يَكُوْنُ لَهَا ثَلَاثُ تَعَلُّقَاتٍ لكِنِ التَّحْقِيْقُ أَنَّ هذَا الثَّالِثُ لَيْسَ تَعَلُّقًا بِلْ هُوَ إِظْهَارٌ لِلتَّعَلُّقِ التَّنْجِيْزِيِّ الْقَدِيْمِ.
“Dan sebagian mereka telah berkata: Irādah itu memiliki ta‘alluq tanjīzī ḥādits ya‘ni pengkhususan terhadap si Zaid dengan tinggi umpamanya ketika dia dijadikan (dan pengkhususan itu adalah) dengan perbuatan. Maka berdasarkan pendapat ini jadilah irādah itu memiliki tiga macam ta‘alluq. Akan tetapi yang lebih tepat adalah bahwa yang ketiga itu bukan ta‘alluq melainkan dia adalah penampakan bagi ta‘alluq tanjīzī qadīm.”
وَ تَعَلُّقُ الْقُدْرَةِ وَ الْإِرَادَةِ عَامٌّ لِكُلِّ مُمْكِنٍ حَتَّى أَنَّ الْخَطَرَاتِ الَّتِيْ تَخْطُرُ عَلَى قَلْبِ الشَّخْصِ مُخَصَّصَةٌ بِإِرَادَتِهِ تَعَالَى وَ مَخْلُوْقَةٌ بِقُدْرَتِهِ تَعَالَى كَمَا ذَكَرَهُ الشَّيْخُ مَلَوِيٌّ فِيْ بَعْضِ كُتُبِهِ.
“Dan Ta‘alluq qadrat serta irādah itu adalah umum bagi setiap yang mungkin sampai-sampai pada segala lintasan yang terlintas di hati seseorang adalah dikhususkan dengan iradahnya Allah s.w.t. dan diciptakan dengan qudratnya Allah s.w.t. sebagaimana telah disebutkan oleh Syaikh Malawī di dalam sebagian kitab-kitabnya.”
وَ اعْلَمْ أَنَّ نِسْبَةَ التَّخْصِيْصِ لِلْإِرَادَةِ وَ الْإِبْرَازِ وَ الْإِيْجَادِ لِلْقُدْرَةِ مَجَازٌ وَ الْمُخَصِّصُ حَقِيْقَةً هُوَ اللهَ تَعَالَى بِإِرَادَتِهِ وَ الْمُبْرِزُ وَ الْمُوْجِدُ حَقِيْقَةً هُوَ اللهُ جَلَّ وَ عَلَا بِقُدْرَتِهِ.
“Dan ketahuilah bahwasanya penisbahan takhshīsh pada irādah dan ibraz ya‘ni penjadian kepada qudrat adalah majāz. Sedangkan yang mentakhsis pada hakekatnya adalah Allah s.w.t. dengan irādah-Nya dan yang mengibrazkan ya‘ni yang menjadikan pada hakekatnya adalah Allah jalla wa ‘alā dengan qudratnya.”
“Maka perkataan orang awam: Qadrat itu membuat si Fulan jadi begini…., jika orang yang berkata itu menghendaki bahwa perbuatan itu adalah milik qudrat secara hakekat atau milik qudrat dan milik dzāt maka ia kafir, dan kita berlindung kepada Allah s.w.t., melainkan perbuatan itu adalah milik dzāt Allah s.w.t. dengan sebab qudratnya.”
PENDAPAT AHL-US-SUNNAH MENGENAI IRĀDAH DAN AMAR.
Perlu diketahui bahwa irādah menurut Ahl-us-Sunnah adalah lain dari pada perintah (Amar). Maka terkadang:
Allah menghendaki dan memerintah seperti imannya orang yang telah diketahui Allah perihal imannya seperti Abū Bakar.
Allah tidak menghendaki dan tidak memerintah seperti kafirnya Abū Bakar.
Allah menghendaki dan tidak memerintah seperti kafirnya orang yang telah diketahui Allah perihal ketiadaan imannya seperti Fir‘aun, Ḥāmān, Qārūn dan seperti maksiat-maksiat yang terjadi di alam ini. Maka semuanya itu terjadi dengan irādah Allah s.w.t.
Allah memerintah dan tidak menghendaki seperti imannya orang yang telah diketahui Allah bahwa dia tidak akan beriman semitsal Fir‘aun, Ḥāmān dan Qārūn itu. Allah hanya memerintahkan mereka itu dengan iman beserta tidak menghendakinya adalah satu hikmah yang hanya diketahui oleh Allah s.w.t. Dia tidak ditanya perihal apa yang ia kerjakan (لَا يُسْئَلُ عَمَّا يَفْعَلُ).

Пікірлер: 7

  • @bangnuriss1291
    @bangnuriss12912 жыл бұрын

    Alhamdulillah sangat jelas penjelasannya

  • @jhonibimbang3497
    @jhonibimbang3497 Жыл бұрын

    Ijin Nyimak dan mengamalkan...

  • @salimmoosjjnwnmemnnnya9333
    @salimmoosjjnwnmemnnnya93332 жыл бұрын

    Alhamdulillah semoga kajian kitab melalui on line mudahan barokah Aamiin yaa robb

  • @sofyansauri2944
    @sofyansauri29442 жыл бұрын

    Semoga bermanfaat ilmunya

  • @roypaspambib4590

    @roypaspambib4590

    2 жыл бұрын

    amin

  • @mutaalim5127

    @mutaalim5127

    2 жыл бұрын

    Dah nyimak sampai habis,, Semoga bermanfaat...!!

  • @roypaspambib4590

    @roypaspambib4590

    2 жыл бұрын

    @@mutaalim5127 barokallahu lakum