PENGAJIAN TAUHID KITAB ADDASUQI || SIFAT QUDRAT DAN IRADAT BERTA'ALUK PADA SEMUA YG MUNGKIN TERJADI

Qudrah dan Irādah.
(وَ هِيَ الْقُدْرَةُ وَ الْإِرَادَةُ، الْمُتَعَلِّقَانِ بِجَمِيْعِ الْمُمْكِن
Tujuh sifat ma‘ānī tersebut adalah qudrah dan irādah yang berhubungan dengan seluruh perkara yang mumkin.
Syarḥ.
يَعْنِيْ أَنَّ الْقُدْرَةَ وَ الْإِرَادَةَ مُتَعَلَّقُهُمَا وَاحِدٌ، وَ هُوَ الْمُمْكِنَاتث دُوْنَ الْوَاجِبَاتِ وَ الْمُسْتَحِيْلَاتِ، إِلَّا أَنَّ جِهَةَ تَعَلُّقِهِمَا بِالْمُمْكِنَاتِ مُخْتَلِفَةٌ.
Maksudnya, sungguh yang berhubungan dengan qudrah dan irādah adalah satu, yaitu mumkināt (perkara-perkara yang mungkin wujud dan mungkin tidak wujud), tidak yang wajib dan yang mustahil; namun, sisi hubungannya dengan mumkināt berbeda-beda.
فَالْقُدْرَةُ صِفَةٌ تُؤْثِرُ فِيْ إِيْجَادِ الْمُمْكِنِ وَ إِهْدَامِهِ، وَ الْإِرَادَةُ صِفَةٌ تُؤْثِرُ فِي اخْتِصَاصِ أَحَدِ طَرَفَيِ الْمُمْكِنِ مِنْ وُجُوْدٍ أَوْ طُوْلٍ أَوْ قَصْرٍ - وَ نَحْوِهَا بِالْوُقُوْعِ بَدَلًا عَنْ مُقَابِلِهِ، فَصَارَ تَأْثِيْرُ الْقُدْرَةِ فَرْعَ تَأْثِيْرِ الْإِرَادَةِ، إِذْ لَا يُوْجِدُ مُوْلَانَا جَلَّ وَ عَزَّ مِنَ الْمُمْكِنَاتِ أَوْ يُعْدِمُ بِقُدْرَتِهِ إِلَّا مَا أَرَادَ تَعَالَى وُجُوْدَهُ أَوْ إِعْدَامَهُ.
Qudrah adalah sifat yang berpengaruh mewujudkan dan meniadakan mumkin; sedangkan irādah adalah sifat yang berpengaruh mengkhususkan (menentukan) salah satu dari dua opsi mumkin, yaitu wujud, panjang, pendek, dan semisalnya, menjadi wujud sebagai ganti dari lawannya. Maka pengaruh qudrah merupakan cabang dari pengaruh irādah, sebab Allah - jalla wa ‘azza - tidak mewujudkan atau meniadakan mumkināt dengan qudrah-Nya, kecuali apa yang dikehendaki-Nya diwujudkan atau ditiadakan-Nya.
وَ تَأْثِيْرِ الْإِرَادَةِ عَلَى وِفْقِ الْعِلْمِ عِنْدَ أَهْلِ الْحَقِّ، فَكُلُّ مَا عَلِمَ اللهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى أَنَّهُ يُكَوِّنُ مِنَ الْمُمْكِنَاتِ أَوْ لَا يُكَوَّنُ، فَذلِكَ مُرَادُهُ جَلَّ وَ عَزَّ.
Menurut Ahl-us-Sunnah wal-Jamā‘ah, pengaruh irādah Allah itu cocok dengan ilmu-Nya. Sebab itu, setiap mumkināt yang diketahui Allah - tabāraka wa ta‘ālā - akan diwujudkan atau tidak akan diwujudkan, maka itulah yang dikehendaki-Nya.
وَ الْمُعْتَزِلَةُ، قَبَحَهُمُ اللهُ تَعَالَى، جَعَلُوْا تَعَلُّقَ الْإِرَادَةِ تَابِعًا لِلْأَمْر، فَلَا يُرِيْدُ عِنْدَهُمْ مَوْلَانَا جَلَّ وَ عَزَّ إِلَّا مَا أَمَرَ بِهِ مِنَ الْإِيْمَانِ وَ الطَّاعَةُ سَوَاءٌ وَقَعَ ذلِكَ أَمْ لَا.
Golongan Mu‘tazilah - semoga Allah ta‘ālā memperbanyak keburukan mereka - menjadikan hubungan irādah mengikuti perintah-Nya, sehingga menurut mereka Allah - jalla wa ‘azza - tidak menghendaki kecuali perkara yang diperintahkan-Nya, yaitu keimanan dan ketaatan, baik terjadi maupun tidak.
فَعِنْدَنَا إِيْمَانُ أَبِيْ جَهْلٍ مَأْمُوْرٌ بِهِ غَيْرُ مُرَادٍ لَهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى، لِأَنَّهُ جَلَّ وَ عَزَّ عَلِمَ عَدَمَ وُقُوْعِهِ، وَ كُفْرُ أَبِيْ جَهْلٍ مَنْهِيٌّ عَنْهُ، وَ هُوَ وَاقِعٌ بِإِرَادَةِ اللهِ تَعَالَى وَ قُدْرَتِهِ.
Maka menurut Ahl-us-Sunnah wal-Jamā‘ah, iman Abū Jahal itu diperintahkan namun tidak dikehendaki oleh Allah - tabāraka wa ta‘ālā - , karena Allah jalla wa ‘azza - mengetahui tidak akan terjadinya; sedangkan kekufuran Abū Jahal dilarang oleh Allah, namun terjadi dengan irādah dan qudrah-Nya.
وَ عِنْدَ الْمُعْتَزِلَةِ، قَبَحَ اللهُ تَعَالَى رَأْيَهُمْ، إِيْمَانُهُ هُوَ الْمُرَادُ للهِ تَعَالَى لَا كُفْرُهُ، فَلَزِمَهُمْ أَنْ يَقَعَ نَقْصٌ فِيْ مُلْكِ مَوْلَانَا جَلَّ وَ عَزَّ، إِذْ وَقَعَ فِيْهِ عَلَى قَوْلِهِمْ مَا لَا يُرِيْدُهُ، تَعَالَى مَنْ لَهُ مُلْكُ السَّموَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ مَا بَيْنَهُمَا، تَعَالَى اللهُ عَنْ ذلِكَ عُلُوًّا كَبِيْرًا.
Sementara menurut Mu‘tazilah - semoga Allah ta‘ālā menampakkan keburukan pendapat mereka - iman Abū Jahal itulah yang dikehendaki oleh Allah ta‘ālā, bukan kekufurannya. Konsekuensinya, terjadi kekurangan bagi kekuasaan Allah - jalla wa ‘azza - , sebab berpijak pada pendapat mereka, telah terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki Allah. Maha Luhur Allah yang bagi-Nya kerajaan langit, bumi, dan apa yang ada di antara keduanya. Maha Luhur Allah dari hal seperti itu dengan seluhur-luhurnya.

Пікірлер

    Келесі