Ogoh-Ogoh Br. Tainsiat 2020 | Tedung Agung

Ogoh-ogoh Tedung Agung karya pemuda Banjar Tainsiat, Denpasar telah menampakkan keagungannya. Dengan berdiri kokoh dibalut kain serta tedung tumpang telu (payung bertingkat tiga), ogoh-ogoh Tedung Agung dipajang di pinggir jalan, tepat di depan Balai Banjar Tainsiat. Tak jarang pula beberapa orang nampak mengabadikan foto ogoh-ogoh ini. Bahkan warga yang melintas di jalan, rela berhenti hanya untuk mengambil potret ogoh-ogoh ini.
Seperti diketahui, ogoh-ogoh merupakan salah satu hal yang paling ditunggu saat perayaan Hari Raya Nyepi di Bali. Pawai ogoh-ogoh sudah menjadi hal yang paling ditunggu ketika malam pengrupukan tiba. Mereka berkumpul dan menanti waktu untuk menyaksikan ogoh-ogoh yang akan di arak. Ogoh-ogoh dari Banjar Tainsiat ini adalah salah satu ogoh-ogoh yang fenomenal dan selalu dinanti oleh arga kota. Ogoh-ogoh karya Komang Gde Sentana Putra selalu memiliki tempat yang spesial dihati warga kota.
Ogoh-ogoh garapannya selalu menjadi hal yang paling ditunggu oleh masyarakat. Komang Gde Sentana Putra atau yang akrab disapa Kedux dikenal dengan Garapan ogoh-ogohnya yang fenomenal tahun ini masih menggunakan konsep robotic seperti tahun-tahun sebelumnya. Ogoh-ogoh kali ini ia mengangkat konsep Tedung Agung yang diangkat dari konsep payung Bali. Ogoh-ogoh ini pun telah digarap sejak bulan Januari lalu. Dan kini telah rampung. Tak heran, Banjar Tainsiat pun selalu diserbu oleh masyarakat yang penasaran dan ingin menyaksikan langsung ogoh-ogoh karya Kedux.
Salah satu warga kota Widiawan mengatakan, ogoh-ogoh dari banjar Tainsiat yang merupakan garapan Kedux dan kawan-kawan adalah alasan ia keluar rumah saat pengrupukan. “Ini dah yang membuat saya ingin nonton. Karena ogoh-ogoh yang lewat nanti kan banyak, bagus-bagus. Tapi yang ingin saya lihat ya yang ini,” ujarnya sembari menunjukkan ogoh-ogoh buatan Kedux.
Hal serupa juga disampaikan Pratiwi. Pratiwi yang melintas di Banjar Tainsiat rela berhenti hanya untuk memotret wujud ogoh-ogoh Tedung Agung yang menjadi garapan Kedux. Selain itu, ia bersama beberapa temannya sengaja datang hanya untuk menonton ogoh-ogoh di kota. “Ya bagus aja. Suka lihatnya. Kadang saya pas malam pengrupukan itu dari Kerobokan ke sini, biar dapat lihat ini. Karena kan dari dulu-dulu selalu jadi yang terbaik. Pokoknya beda aja,” ungkapnya.
Saat ditemui di rumahnya, Kedux menjelaskan pemilihan konsep Tedung Agung. Ia terinpirasi dari cuaca di Bali yang tidak menentu. Kadang panas, kadang dingin. Saat musim itu pula orang-orang dapat menggunakan payung. Berawal dari fenomena itu, maka muncullah ide untuk membuat ogoh-ogoh dengan konsep Tedung Agung. “Payung itu kan sifatnya sebagai pelindung. Sebagai peneduh. Saat cuaca dingin atau panas, orang-orang juga menggunakan itu. Dari situ saya piker payung sepertinya bisa dijadikan bahan untuk garapan ogoh-ogoh,” aku Kedux saat diwawancarai Koran Bali Express.
Kedux mengatakan, ogoh-ogoh yang tingginya mencapai delapan meter ini pun masaih menggunakan system robotik. “Masih sama seperti sebelum-sebelumnya pakai robotic. Alasannya bukan ingin membuat bergerak. Tapi dijalan kan banyak kabel-kabel yang melintang dan pohon-pohon juga. Bergeraknya dibuat untuk menghindari itu. Geraknya memang dibuat saat dibutuhkan saja,” tambahnya.
Setiap tahunnya Kedux selalu memunculkan garapan-garapan baru dengan ide-ide segar yang dituangkan dalam sebuah karya. Ia pun jarang mengangkat cerita-cerita yang sudah ada. Ia dan tim lebih tertarik menciptakan cerita baru, seperti garapannya tahun ini. Dengan jargon Asah Udeng, ia bersama tim berusaha memberikan yang terbaik lewat garapannya. Namun, disisi lain, dalam menciptakan karyanya tak jarang ia menemui kendala-kendala. Salah satunya penyamaan persepsi dari para penggarap. Namun komunikasi yang dibangun dengan baik mampu mengatasi kendala itu.

Пікірлер: 1

  • @KiAsBaliCHANNEL
    @KiAsBaliCHANNEL2 жыл бұрын

    Mntap