KESAKSIAN WS RENDRA DALAM PUISINYA!!! WS RENDRA - KESAKSIAN AKHIR ABAD

Ойын-сауық

#wsrendra #maskumambang #rendra
Kesaksian Akhir Abad
Oleh WS Rendra
Ratap tangis menerpa pintu kalbuku.
Bau anyir darah mengganggu tidur malamku.
O, tikar tafakur !
O, bau sungai tohor yang kotor !
Bagaimana aku akan bisa
membaca keadaan ini?
Di atas atap kesepian nalar pikiran
yang digalaukan oleh lampu-lampu kota
yang bertengkar dengan malam,
aku menyerukan namamu:
Wahai, para leluhur Nusantara!
O, Sanjaya !
Leluhur dari kebudayaan tanah!
O, Purnawarman!
Leluhur dari kebudayaan air!
Kedua wangsa mu telah mampu
mempersekutukan budaya tanah dan air!
O, Resi Kuturan ! O, Resi Nirarta !
Empu-empu tampan yang penuh kedamaian!
Telah kamu ajarkan tatanan hidup
yang aneka dan sejahtera,
yang dijaga oleh dewan hukum adat.
O, bagaimana mesti aku mengerti
bahasa bising dari bangsaku kini ?
O, Kajao Laliddo! Bintang cemerlang Tana Ugi !
Negarawan yang pintar dan bijaksana !
Telah kamu ajarkan aturan permainan
di dalam benturan-benturan keinginan
yang berbagai ragam
di dalam kehidupan:
Ade, bicara, rapang, dan wari.
O, lihatlah wajah-wajah berdarah
dan rahim yang diperkosa
muncul dari puing-puing tatanan hidup
yang porak-poranda.
Kejahatan kasat mata
tertawa tanpa pengadilan.
Kekuasaan kekerasan
berak dan berdahak
di atas bendera kebangsaan.
O, anak cucuku di jaman cybernetic !
Bagaimana akan kalian baca
prasasti dari jaman kami ?
Apakah kami akan mampu
menjadi ilham kesimpulan
ataukah kami justru
menjadi sumber masalah
di dalam kehidupan?
Dengan puisi ini aku bersaksi
Bahwa rakyat Indonesia belum merdeka.
Rakyat yang tanpa hak hukum
bukanlah rakyat merdeka.
Hak hukum yang tidak dilindungi
oleh lembaga pengadilan yang mandiri
adalah hukum yang ditulis di atas air !
Bagaimana rakyat bisa merdeka
bila polisi menjadi aparat pemerintah
Dan tidak menjadi aparat hukum
yang melindungi hak warga negara ?
Bagaimana rakyat bisa merdeka
bila birokrasi negara
tidak menjadi abdi rakyat,
melainkan menjadi abdi
pemerintah yang berkuasa?
Bagaimana rakyat bisa merdeka
bila hak pilih mereka dipasung
tidak boleh memilih secara langsung
wakil-wakil mereka di dewan perwakilan,
dan juga tidak boleh memilih secara langsung
camat mereka, bupati, walikota, gubernur,
dan presiden mereka?
Dan partai-partai politik
menganggap rakyat hanya abdi partai
yang dinamakan masa politik partai!
Atau kawula partai!
Bagaiman rakyat bisa merdeka bila pemerintah melecehkan perdagangan antardaerah
dan mengembangkan merkantilisme Daendels
sehingga rela menekan kesejahteraan buruh,
petani, nelayan, guru
dan serdadu berpangkat rendah?
Bagaimana rakyat bisa merdeka
bila propinsi-propinsi sekedar
menjadi tanah jajahan pemerintah pusat?
Tidak boleh mengatur ekonominya sendiri,
tatanan hidupnya sendiri,
dan juga keamanannya sendiri?
Ayam, serigala, macan, ataupun gajah,
semuanya peka pada wilayahnya.
Setiap orang juga ingin berdaulat di dalam rumah tangganya.
Setiap penduduk ingin berdaulat di dalam kampungnya.
Dan kehidupan berbangsa tidak perlu merusak daulat kedaerahan.
Hasrat berbangsa dan naluri rakyat untuk menjalin ikatan daya cipta antar suku,
yang penuh keanekaan kehidupan,
dan memaklumkan wilayah pergaulan yang lebih luas untuk merdeka bersama.
Tetapi lihatlah selubung kabut saat ini !
Penjajahan tatanan uang, penjajahan modal, penjajahan kekerasan senjata,
dan penjajahan oleh partai-partai politik, masih merajalela di dalam negara !
Dengan puisi ini aku bersaksi bahwa sampai saat puisi ini aku tandatangani
para elit politik yang berkedudukan ataupun yang masih berjalan,
tidak pernah memperjuangkan sarana-sarana kemerdekaan rakyat.
Mereka hanya rusuh dan gaduh memperjuangkan kedaulatan
golongan dan partainya sendiri.
Mereka hanya bergulat untuk posisi sendiri. Mereka tidak peduli kepada posisi hukum, posisi polisi, ataupun posisi birokrasi.
Dengan picik mereka akan mendaur-ulang
malapetaka bangsa dan negara yang telah terjadi !
O, Indonesia ! Ah, Indonesia !
Negara yang kehilangan makna !
Rakyat sudah dirusak tatanan hidupnya.
Berarti sudah dirusak dasar peradabannya.
Dan akibatnya dirusak pula kemanusiaannya.
Maka sekarang negara tinggal menjadi peta.
Itupun peta yang lusuh, dan hampir sobek pula.
Pendangkalan kehidupan bangsa telah terjadi.
Tata nilai rancu.
Dusta, pencurian, penjarahan,
dan kekerasan halal.
Manusia sekedar semak belukar yang gampang dikacau dan dibakar.
Paket-paket pikiran mudah dijajakan.
Penalaran amanah yang salah mendorong rakyat terpecah belah.
Negara tak mungkin kembali diutuhkan
tanpa rakyatnya dimanusiakan.
Dan manusia tak mungkin menjadi manusia.
Tanpa dihidupkan hati nuraninya.
Hati nurani adalah hakim adil untuk diri kita sendiri.
Hati Nurani adalah sendi dari kesadaran
akan kemerdekaan pribadi.
Dengan puisi ini aku bersaksi bahwa hati nurani itu meski dibakar tidak bisa menjadi abu.
Hati nurani senantiasa bisa bersemi
meski sudah ditebang putus di batang.
Begitulah fitrah manusia.
ciptaan Tuhan Yang maha Esa.
---------------------
terimakasih sudah menonton.
support : comment, like, subscribe
(2023)

Пікірлер

    Келесі