Keliling Malioboro Malam Minggu Rame Banget !!!!

Sejarah Jalan Malioboro
Malioboro merupakan nama salah satu jalan di pusat Kota Yogyakarta. Jalan Malioboro itu sendiri merupakan salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro, dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan Malioboro merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.
Asal nama Malioboro sendiri berasal dari bahasa sansekerta malyabhara yang berarti karangan bunga. Adapula beberapa ahli yang berpendapat asal kata nama Malioboro berasal dari nama seorang kolonial Inggris yang bernama Marlborough yang pernah tinggal di Jogja pada tahun 1811- 1816 M.
Pemerintah Hindia Belanda membangun Malioboro sebagai kawasan pusat perekonomian dan pemerintahan pada awal abad 19. Malioboro mulai populer pada era kolonial (1790-1945). Ketika itu, pemerintah Belanda membangun Benteng Vredeburg tahun 1790 di ujung selatan Malioboro. Belanda juga membangun Dutch Club atau Societeit Der Vereneging Djokdjakarta (1822), The Dutch Governor’s Residence (1830), Javasche Bank, dan Kantor Pos.
Perkembangan Malioboro semakin pesat, ditambah dengan adanya perdagangan antara pemerintah Belanda dengan pedagang Tionghoa. Hingga tahun 1887, Jalan Malioboro dibagi dua setelah Stasiun Tugu Yogya dibangun. Malioboro juga memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Di jalan ini pernah terjadi pertempuran hebat antara pejuang Tanah Air dengan pasukan kolonial Belanda yang dikenal dengan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Pasukan Merah Putih berhasil menaklukkan kekuatan Belanda dan menduduki Yogyakarta setelah enam jam bertempur.
Hingga saat ini, Malioboro terus berkembang dengan tetap mempertahankan konsep aslinya dulu, Malioboro jadi pusat kehidupan masyarakat Yogya. Tempat-tempat strategis seperti Kantor Gubernur DIY, Gedung DPRD DIY, Pasar Induk Beringharjo, Teras Malioboro hingga Istana Presiden Gedung Agung juga berada di kawasan ini.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta terus melakukan perbaikan untuk menata Malioboro menjadi kawasan yang nyaman untuk disinggahi. Pada tahun 2016 ini pemerintah telah berhasil mensterilkan parkir kendaraan dari Malioboro dan tengah menata kawasan ini di sisi timur untuk pedestrian. Warung-warung lesehan hingga saat ini masih dipertahankan untuk mempertahankan ciri khas Malioboro. Kemudian pada tahun 2022, seluruh PKL di Jalan Malioboro dipindahkan ke Kawasan Teras Malioboro sehingga jalan ini menjadi lebih rapi dan nyaman untuk dilewati.
Berwisata ke Yogyakarta tidak lengkap tanpa berkunjung ke Jalan Malioboro yang ikonik. Kawasan wisata ini, identik dengan tempat belanja dan jalan-jalan. Namun ternyata, ada banyak tempat di Jalan Malioboro yang seru untuk dikunjungi. Wisatawan bisa melihat gedung bergaya kuno, mengunjungi kawasan pecinan, dan hunting foto Instagramable.
1.Plan jalan Malioboro
Berkunjung ke Malioboro belum afdol tanpa foto di plang Jalan Malioboro. Banyak wisatawan yang antre untuk berfoto di plang Jalan Malioboro dengan latar belakang jalan dan pertokoan. Wisatawan bisa menemukan beberapa plang Jalan Malioboro di beberapa titik. Plang berwarna hijau itu, dilengkapi dengan tulisan warna putih berbunyi Jalan Maliobor dengan huruf alfabet dan aksara Jawa di bawahnya.
2. Bangunan kuno Sepanjang Jalan Malioboro, wisatawan bisa menjumpai beberapa bangunan bergaya kuno. Bangunan tersebut bisa menjadi spot foto Instagramable. Mengutip Visiting Jogja, bangunan kuno di Jalan Malioboro tersebut memiliki fasad gevel huis yang banyak digunakan pada bangunan era kolonial. Sebut aja, gedung Digital Lounge Bank BPD, gedung Kimia Farma, dan gedung bekas Chemist Druggists.
3. Pecinan Ketandan
Tidak banyak yang menyadari bahwa terdapat kawasan pecinan di tengah Jalan Malioboro, yakni Kampung Ketanda. Sebelum Pasar Beringharjo, wisatawan akan menjumpai gapura khas Tionghoa tinggi dan megah, yang merupakan pintu masuk kawasan pecinan. Kampung Ketandan merupakan saksi sejarah akulturasi budaya Tionghoa, Keraton Yogyakarta, dan warga Kota Yogyakarta, berdasarkan informasi dari Portal Berita Pemerintah Kota Yogyakarta. Sejak 200 tahun lalu, daerah ini menjadi tempat tinggal masyarakat Tionghoa. Seperti kebanyakan kawasan pecinan lainnya, pengunjung bisa menjumpai bangunan dan rumah berwarna merah dan kuning yang dijadikan sebagai rumah dan toko.

Пікірлер