CERITA KH NURUL HUDA DJAZULI MENGENAI SEJARAH NYAI HJ RODLIYAH DJAZULI | HAUL KE 27 | PP AL FALAH

Nyai Rodliyah Djazuli: Sosok Perempuan Inspiratif Di Balik Kebesaran Pondok Ploso
Saat diceritakan tentang sosok Mbah Nyai Rodliyah Ploso beberapa waktu lalu oleh salah satu dzurriyah Ploso, saya hanya bisa tertegun dan tergagu. Pasalnya, manusia-manusia “mastur” yang berada di balik layar seperti Mbah Nyai Rodliyah memiliki peran begitu krusial di tengah kebesaran sebuah pondok pesantren.
Menjadi Ibu Nyai baik saat Mbah Djazuli masih sugeng maupun seusai kewafatannya sangatlah tidak mudah, apalagi di awal-awal Yai Djazuli merintis pesantren. Selain diserahi membimbing putra-putri buah pernikahannya dengan Yai Djazuli juga dituntut untuk mengasuh para santri sepeninggal Mbah Djazuli wafat. Berikut adalah poin-poin keteladanan beliau yang layak dicatat dan dicermati:
1. Secara ekonomi, Mbah Nyai adalah sosok perempuan tangguh dan mandiri karena beliau tak segan-segan berdagang apapun untuk mencukupi keperluan sehari-hari. Bahkan putra-putranya diberi bisyaroh langsung oleh Mbah Nyai selama mengajar di pesantren meskipun pesantren tersebut milik ayah mereka sendiri. Apalagi saat Mbah Djazuli mulai sepuh, semua kebutuhan keluarga Mbah Nyai Rodliyah yang menanggung. Mengingat Mbah Djazuli sendiri sangat gigih dalam mengajar. Bagi beliau, tekun atau sungguh-sungguh (mempeng) adalah kunci utama. Mbah Djazuli sendiri mempunyai prinsip yang selalu ditanamkan, yaitu:
افضل الطُرق الى الله طريقة التعليم والتعلُّم
“Sebaik-baik thariqah menuju Allah adalah belajar dan mengajar”.
Menurut sumber keluarga terdekat, saking cintanya dengan ilmu Yai Djazuli pernah mengajar ngaji hingga 18 kitab dalam sehari. Mbah Nyai sendiri pernah dawuh, yang intinya meminta Yai Djazuli agar fokus mengajar para santri saja sedangkan urusan lainnya Nyai Rodliyah yang akan selesaikan (khususnya kebutuhan dan keperluan keluarga). Support luar biasa yang dilakukan Nyai Rodliyah terhadap suami yang ahlu ilmu seperti ini sangatlah tidak mudah dan gampang dikerjakan oleh seorang perempuan pada umumnya.
2. Secara andhap asor (etika), beliau selalu berbahasa kromo inggil (jawa halus) kepada putra-putrinya. Hal ini beliau praktekkan sebagai bentuk hurmat beliau kepada Mbah Djazuli yang dzul ilmi meskipun itu putra-putranya sendiri. Pernah diceritakan, ada wali santri asal Pasuruan namun masih dzurriyah Lasem. Saat memondokkan putranya di Ploso respon Mbah Nyai sangatnya spesial layaknya sedang kadatangan orang penting, hanya karena orang tersebut masih terhitung cucu dari Nyai Masfuriyah (kakak perempun dari Mbah Baidhowi). Hal ini tidak lepas dari ikatan guru dan murid antara Mbah Baidhowi dan putra-putranya saat dulu pernah mondok di Lasem. Seakan beliau sedang mengajarkan kepada kita tentang sikap tawadhu’ dan ihtiram kepada guru/kiai dan termasuk di dalamnya “wa ma nusiba ilaihim” yakni, apa-apa yang dinisbatkan ataupun tersambung kepada mereka, sebab ini adalah kunci keberkahan. Sekali lagi, adab seperti ini juga tidak gampang dijalankan bagi mereka yang kadung biasa dimulaikan banyak orang.
3. Secara Kedisiplinan, beliau tak bosan-bosan menegur dan mengingatkan jadwal ngaji putra-putranya termasuk para guru yang turut khidmah mengajar di pondok. Saat beliau melihat atau mendengar putranya ada yang absen mengajar, maka suaranya akan meninggi dan setengah menghardik. Kalau sudah seperti itu, maka Yai Din atau Yai Dah akan kalang kabut dan bergidik merasa takut dan sungkan. Bahkan saat Yai Djazuli melaksanakan jamaah sholat bersama para santri, Nyai Rodliyah tak canggung ikut oprak-oprak santri yang mbangkong di kamar dan itu dilakukan hampir setiap hari. Lagi-lagi, hal ini juga tidak ringan untuk dikerjakan.
4. Secara spiritual, wirid Mbah Nyai tidaklah panjang-panjang. Namun seperti yang dituturkan salah satu cucunya, meski tak terlalu panjang namun beliau selalu ajeg wirid dan maos al-Qur’an setelah melaksanakan sholat maktubah. Bahkan ada yang menuturkan jika kehidupan harian beliau terkesan sangat monoton, tapi nilai istiqomah inilah yang kemudian menjadi salah satu bentuk tirakat beliau. Pernah satu waktu Nyai Rodliyah dawuhan: “Cah santri tugase ngaji, aku sing bagian nirakati”. Tak heran jika kelak di kemudian hari Ploso menjelma menjadi salah satu pesantren yang cukup diperhitungkan. Hal ini tidak bisa lepas dari hasil kerja keras, kesabaran dan berkah riyadhoh beliau. Hal seperti ini juga tidak semua orang mampu menjalankan.
#alfalahploso #bedahbuku #pwnujatim #nahdlatululama #santriindonesia

Пікірлер: 9

  • @kholisohkholisoh5221
    @kholisohkholisoh5221 Жыл бұрын

    Alhamdulillah.....saged derek ngaos 🤲🤲🤲

  • @Mas_irr
    @Mas_irr Жыл бұрын

    Piantun ingkang cerios kalian ingkang dipun ceriosaken sami2 luar biasa Mugi-mugi ketularan dados tiang luar biasa Aamiin ... ... ...

  • @noorkholidah7854

    @noorkholidah7854

    Жыл бұрын

    امين امين امين يا رب العا لمين .

  • @achmadrifai962
    @achmadrifai96211 ай бұрын

    Yaalloh. ..saya. Bukan. Santri Santri Ploso namun sdah berjumpa dgn. Bu nyai Rodiah ..waktu. Beliau sambng. Di rumah adiknya. Mbah. Yai. Miftahul. Mgna. Dalam. Beberapa. Hari..bunyi. Mmng. Kalem. Dan. Diam.klo. Cerita. Pelan.jelas. .. saya. Akui. Belum. Pernah. Silaturahmi. Ke. Ploso...tapi. Sama. Almarhum. Gusmiek. Pun. Ya. Pernah ikut jejaknya. ..dan. Klo. Ingat. Gus miek. Mlam berjumpa...yaalloh. Beliaulah. Mmng. Kelas. Yg. Tinggi. Betull ..dan. Ucapanya. Bisa. Terbukti

  • @aangwijaya6074
    @aangwijaya60746 ай бұрын

    amiiin🤲🤲🤲

  • @jolalenChannel
    @jolalenChannel Жыл бұрын

    Masyaalloh

  • @darmadidarmadi156
    @darmadidarmadi156 Жыл бұрын

    Aamiin aamiin yaarobbalngaalamiin

  • @mochamatridwan4100
    @mochamatridwan4100 Жыл бұрын

    Slaharwotan Ngimbang Lamongan

  • @muhammadnajiehmusyyafa2388
    @muhammadnajiehmusyyafa2388 Жыл бұрын

    Al Karim ibnul Karim ibnul Karim